Apa yang dimaksud dengan aborsi aman?
Menurut World Health Organization (WHO), jumlah aborsi yang tidak aman setiap tahunnya mencapai 25 juta. Di antaranya, 97% dilakukan di negara berkembang, yang menyebabkan setidaknya 22,800 kematian dan komplikasi serius tiap tahun.
Ternyata, 3 dari tiap 10 kehamilan di seluruh dunia berakhir dengan aborsi yang diinduksi. Kemudian ada 7 juta orang yang dirawat di rumah sakit setiap tahunnya akibat komplikasi dari aborsi yang tidak aman, dan setiap 23 menit, 1 orang meninggal akibat aborsi yang tidak aman.
Apa itu aborsi yang tidak aman?
Ketika seseorang dihadapkan pada situasi kehamilan yang tidak direncanakan namun tidak memiliki akses ke layanan aborsi aman, maka banyak dari kita terpaksa harus menggunakan aborsi yang tidak aman.
Menurut WHO, aborsi yang tidak aman adalah:
Kondisi yang paling tidak aman adalah ketika aborsi dilakukan oleh orang yang tidak terlatih menggunakan metode yang berbahaya dan invasif. Misalnya, menggunakan alat tajam ke dalam rahim, menelan zat berbahaya, membenturkan perut, atau menggunakan obat-obat tanpa panduan.
Mengapa orang mengakses layanan aborsi yang tidak aman?
Seseorang mungkin mengakses layanan aborsi yang tidak aman karena:
- Peraturan yang membatasi atau mengkriminalisasi aborsi;
- Kurangnya informasi dan pemahaman mengenai apa yang diperbolehkan oleh hukum;
- Akses yang buruk ke layanan kesehatan (misalnya, kurangnya penyedia layanan, klinik terlalu jauh, biaya yang mahal);
- Adanya stigma dan diskriminasi terhadap aborsi membuat seseorang merasa ragu untuk mencari bantuan atau layanan aborsi;
- Banyaknya persyaratan yang tidak diperlukan, seperti masa tunggu wajib, tes medis, izin suami;
- Krisis kemanusiaan atau situasi konflik yang menghalangi akses ke layanan kesehatan.
Dampak dari aborsi yang tidak aman
Di negara maju, diperkirakan 30 orang meninggal setiap 100,000 aborsi yang tidak aman. Sedangkan di negara berkembang, angka tersebut meningkat menjadi 220 kematian per 100,000 aborsi yang tidak aman. Beberapa risiko pada kesehatan fisik terkait aborsi yang tidak aman meliputi:
- Aborsi yang tidak selesai (kegagalan mengeluarkan semua jaringan kehamilan dari rahim);
- Pendarahan hebat;
- Infeksi;
- Perforasi rahim (disebabkan saat rahim tertusuk benda tajam);
- Kerusakan pada saluran kelamin dan organ dalam akibat memasukkan benda berbahaya ke dalam vagina atau anus.
Dampak pada kesehatan mental
Bukan hanya berdampak pada kesehatan fisik, pembatan terhadap akses aborsi aman dan stigma terkait aborsi juga berdampak kepada kesehatan mental seseorang sepanjang hidupnya, karena terus dihadapkan pada anggapan bahwa dirinya tidak memiliki otoritas terhadap tubuhnya sendiri.
Belum lagi ada konsekuensi ekonomi, dengan biaya medis yang memaksa seseorang untuk melakukan pengorbanan finansial, misalnya menggungakan tabungan hidup.
Selain itu, ketika layanan aborsi dibatasi, maka kelompok marjinal dan miskin menjadi sangat rentan karena kemungkinan besar tidak memiliki akses ke layanan kesehatan yang memadai atau pergi ke area di mana aborsi dapat dilakukan secara legal.
Akses aborsi merupakan bentuk hak asasi manusia (HAM)
Tidak adanya akses ke layanan aborsi yang aman berisiko melanggar hak asasi manusia, termasuk:
- Hak untuk hidup;
- Hak atas standar kesehatan fisik dan mental tertinggi yang dapat dicapai oleh seseorang;
- Hak untuk memperoleh manfaat dari kemajuan ilmu pengetahun dan realisasinya;
- Hak untuk memutuskan secara bebas dan bertanggung jawab tentang jumlah, jarak, dan waktu untuk memiliki anak;
- Hak untuk bebas dari penyiksaan, perlakuan dan hukuman yang kejam, tidak manusiawi serta merendahkan martabat.
Bagaimana bentuk aborsi yang aman?
Kita bisa memastikan bahwa akses aborsi yang aman dan bermartabat dapat dicapai dengan:
- Memastikan adanya petugas kesehatan yang cukup untuk menyediakan layanan aborsi dalam jangakauan;
- Menyediakan layanan aborsi yang terjangkau dan tidak memberatkan secara finansial;
- Menghapus undang-undang dan kebijakan yang menghambat layanan aborsi yang berkualitas (termasuk kriminalisasi aborsi, masa tunggu wajib, dan persyaratan otorisasi pihak ketiga);
- Memberikan pelatihan pada petugas kesehatan, termasuk soal undang-undang setempat yang sesuai dengan HAM;
- Memastikan akses aborsi tidak terpengaruh oleh petugas kesehatan yang menolak memberikan perawatan berdasarkan keyakinan pribadi;
- Memberikan akses informasi yang akurat dan tidak bisa soal hak kesehatan dan reproduksi.
Bagaimana situasinya di Indonesia?
Secara hukum, KUHP baru dan UU Kesehatan 2009 sudah memberikan pengeculian kriminalisasi aborsi jika aborsi dilakukan dalam kondisi: 1) dilakukan terhadap korban kekerasan seksual; dan 2) terdapat indikasi kedaruratan medis.
Namun demikian, hingga saat ini layanan aborsi aman masih belum dapat diakses dan masih banyak kasus di mana korban kehamilan yang tidak direncanakan, orang yang melakukan aborsi, serta tenaga kesehatan justru dipidana.
Belum lagi peraturan ini tidak banyak diketahui oleh masyarakat, bahakn di kalangan petugas kesehatan sendiri. Situasi ini menyebabkan korban menghadapi kesulitan dalam mengakses layanan aborsi yang aman di Indonesia.
Add Comment